Friday, April 26, 2013

Moving Up : Bukan Sekadar Moving On.


Oke, saat ini aku sampai pada sebuah kesimpulan bahwa dari sekian menu yang harus aku jalani selama Follow Up Diklat Palapsi 2013, moving resmi mendapatkan gelar sebagai menu paling menyebalkan dan membuatku menahan-nahan tangis. Belum pernah menangis betulan sih, pokoknya yo ngonolah. Apa ya, moving selalu sukses menghasilkan telapak tangan sobek, luka, ngapal, dan kasar, hal-hal yang membuatku ngebut mencuci sepulang ops karena jelas tak bakal sanggup mencuci dengan kondisi telapak tangan tersayat-sayat usai moving.

Ngomong-ngomong soal moving, tiba-tiba kok jadi kepikiran spesies lain dari moving. Iya yang itu, yang gagal aku lakukan sejak dulu kala. Apalagi sih kalau bukan moving on? Dan kasus ‘susah moving on’-ku itu sebenarnya tergolong aneh untuk seseorang yang mudah jera alias kapok sepertiku. Harusnya, nalarnya, setiap terjebak situasi yang tidak menyenangkan, ya langsung pergi saja dari situasi itu. Kurang lebih semacam aku di zaman SMA lah, yang setiap kali merasa tidak cocok dengan sesuatu langsung cabut dari kegiatan apapun yang saat itu aku ikuti. Tanpa banyak pertimbangan, buang-buang waktu, atau penyesalan di akhir. Sampai-sampai julukan ‘kutu loncat’ melekat padaku. Tapi, entahlah, kali kemarin dan kali ini (*iya, yang sekarang) rasanya susaaah sekali melakukan ‘pergerakan’ tersebut.

Sampai suatu ketika, dalam sesi curhat bersama sesepuh tuyul sakti yang bisa baca aura (*identitas dirahasiakan), ia mencetuskan suatu teori yang belum pernah terlintas di otak sebelumnya olehku.

“Hari gini moving on? Harusnya moving up dong!”

Setelahnya, Mas Tuyul langsung nyerocos memaparkan teorinya ini. Menurutnya, seseorang tidak bakal bisa benar-benar pergi dari situasi yang tidak menyenangkan hanya dengan moving on. Kasarannya, “Itu kan cuma pindah tempat. Datar.” Berbeda halnya dengan moving up, kita akan benar-benar bisa meninggalkan semua hal yang tidak kita sukai di bawah, bukan hanya di belakang.

Namun, ternyata teori ini ada syaratnya juga. Kalau mau moving up, harus moving on dulu. Ibaratnya pre-during-post, prosesnya harus urut dan lengkap. Mengapa? Karena, seandainya moving up tanpa moving on, nantinya orang itu akan tertarik lagi ke situasi semula. Sedangkan moving on tanpa moving up, ya tidak akan ke mana-mana. Stuck di situ-situ saja.

Sial, setelah dipikir-pikir lagi, teori itu membuatku berkata “Iya juga yaaa” sambil mangut-manggut setuju. Paham. Aku harus moving up, bukan sekadar moving on. By the way, cara naiknya bagiamana ya? Manjat? Tapitapitapi, sepertinya aku terlalu mager deh untuk manjat. Bagaimana kalau SRT-an saja? Bagaimana kalau di-rescue saja? :D

Nyat koe ra niat moving!” :p

Seusai melek semaleman penuh menghadap layar demi tugas. Kesalahan fatal, padahal nanti berangkat operasional. Tidak tega tidur di kelas, dan akhirnya menulis ini.
Kelas Biopsi.
Yogyakarta, 260413.

Fiksionari #5 : Mania.


Hei kamu.
Yang setiap hari membiarkanku berlindung dalam pelukmu. Yang setiap hari mengizinkanku bersandar pada bahumu. Yang setiap hari memperbolehkanku tidur di pangkuanmu.

Hei kamu.
Tahukah kamu? Aku sayang kamu. Sangat-sangat sayang. Aku tak terlalu paham bagaimana caraku mengungkapkannya supaya kamu bisa menyamakan persepsi, tapi ya begitulah yang aku rasakan. Rumit, namun aku bisa memahami perasaan hangat yang selalu menjalar ketika aku bertemu kamu dan berinteraksi denganmu, seperti yang tadi sudah kukatakan.

Hei kamu.
Terima kasih. Sejak kita berkenalan, kamu telah membawa hal-hal baru untukku. Terutama, teman. Dulunya aku suka menyepi sendiri. Sampai saat ini masih begitu, sebenarnya. Namun, dengan orang-orang yang kamu pertemukan denganku, aku bisa merasakan bahagianya sebuah kebersamaan. Dan, kamu tahu, itu sangat berarti.

Hei kamu.
Tanpa sadar kamu telah menguras banyak hal yang ada pada diriku. Energi. Iman. Isi dompet. Waktu. Cinta. Aku mengerti benar, bukan mau kamu untuk menyedot seluruh kehidupanku seperti itu. Aku, akulah yang menyediakan diriku untukmu, bersama seluruh daya yang entah bagaimana secara sukarela aku berikan.

Hei kamu.
Boleh aku mengajukan satu hal? Kali ini aku tak mau tulus. Ya, aku mengaharapkan sebuah timbal balik. Apa? Jaga aku. Kalau tidak, aku akan pergi. Aku sangat paham betapa orang sepertiku mungkin tidak kamu butuhkan mengingat kemampuanmu merangkul semua orang hebat itu. Tapi... yah aku boleh berharap kan? Siapa tahu suatu saat aku bisa berguna untukmu.

Salam.

Selesai sedetik sebelum post test biopsi.
Kelas Biopsi.
Yogyakarta, 260413.

Tuesday, April 23, 2013

Selamat Jatuh Cinta!


Ada yang lain. Ada yang berbeda.

Senyuman yang menguarkan manis, tak mati seperti biasanya. Membentuk sudut-sudut di bibir dan di ujung mata. Darah mengaliri wajah, membuatnya merona dan terlihat sehat. Tawa ceria lepas bernada tanpa beban, tak akan terlupakan. Dan kedua mata memancarkan sinar yang bernyawa. Hidup.

Semoga raut itu benar-benar bahagia dari hati.

Selamat jatuh cinta!
Doaku menyertaimu :)


"I choose happiness.
I choose peace.
I choose beauty and love, love, love, love...
I choose grace.
I choose joy.
I choose life, and love, love, love, love..."
I Choose Happiness-David Choi.

Yogyakarta, 230413.


Monday, April 22, 2013

Aku Cukup Bahagia untuk Menyanyikan Lagu Ini :D


"Now I'll surrender up my heart.
And swap it for yours.

I'm out of touch, I'm out of love.
I'll pick you up when you're getting down.
And out of all these things I've done I think I love you better now...
I'm out of sight, I'm out of mind.
I'll do it all for you in time.
And out of all these things I've done I think I love you better now...
Lego House-Ed Sheeran.

Yogyakarta, 220413.

Menjagamu.


Aku ingin menjagamu tetap utuh. Sehingga, ketika nantinya aku ditakdirkan untuk tidak bersamamu, seseorang yang kelak memilikimu akan menerimamu sebagai diri yang sempurna. Tanpa cacat, tanpa noda. Dan aku berharap seseorang yang lain juga melakukan hal serupa terhadap seseorang yang esok digariskan untuk bersamaku.

Jadi, tolong jangan terlalu sering melakukan hal itu, ya? Sayang sekali kalau terlalu banyak pasang mata menikmatinya sekarang. Apalagi yang kelak bisa kamu sisakan?

Yogyakarta, 220413.

Mewarnai Seminggu.


Biru.
Langit atau laut? Memangnya kamu pelaut, yang melintasi keduanya setiap hari? Bukan? Oh, mungkin keduanya saling memantulkan dan membias ke segala arah.

Hijau.
Danau atau rerumputan. Kurang pekat, sepertinya. Mereka bilang puncak bermakna demikian. Ada cahaya di balik nyalanya. Bagaimana bisa?

Putih.
Susu atau gading? Yang kedua lebih tepat, agaknya. Berhubung tidak bersih setara kertas yang kemarin kamu corat-coret. Bisa juga karena noda adalah bukti belajar. Katanya, berani kotor itu baik. Yang mana?

Hitam.
Elegan atau misterius? Keduanya tak terelakkan hinggap menyergapku setiap kamu datang. Malam, tapi siang pun tak masalah. Yang terbaik, barangkali, yang paling tepat menunjukkanmu pada dunia.

Cokelat.
Tanah atau kayu? Membumi, selalu. Tak sengaja kamu menggambarinya dengan motif-motif yang kamu sendiri tak mengerti. Namun kamu mengenakannya dengan bangga. Bagimu sama saja sempurna.

Kelabu.
Jalanan berdebu atau abu? Sesuai namanya, tentu saja. Tak pernah sehari saja terlewatkan dalam berbagai kesempatan. Hal yang terkadang membuat orang lain berdoa semoga warna itu lekas kamu sentuhkan air. Agar ia tak berlumur prasangka.

Merah.
Dalam bentuk apapun, mengambil nada warna manapun, kamu memang akan selalu jadi cintaku. Ah, selalu.

Empat kali tak berganti, memudar seiring waktu.


Yogyakarta, 19-220413.

Friday, April 19, 2013

Tanpa Cacat.


Tuhan yang Maha Melukis telah menciptakan mahakarya sempurna ketika setiap bentukan, setiap lekukan, setiap warna berpadu satu dalam harmoni. Tiada cela, sama sekali tanpa cacat. Lalu dia meniupkan nyawa yang menghidupkan.

Kelas Biopsi.
Yogyakarta, 190413.

Thursday, April 18, 2013

COUNTER PA(H)IT!


Apa yang pertama kali kamu pikirkan ketika mendengar kata pahit? Mungkin jamu yang memang terkenal memiliki rasa demikian. Mungkin obat, entah dari bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membuatnya atau apa. Bisa saja sayuran, seperti daun pepaya dan pare. Atau kopi, apalagi yang kental tanpa dibubuhi gula sedikitpun. Yang lain?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,  kata pahit setidaknya memiliki dua pengertian. Pertama, rasa tidak sedap seperti rasa empedu. Kedua, tidak menyenangkan hati, menyusahkan hati, atau menyedihkan. Namun, dalam kehidupanku sehari-hari yang dikelilingi manusia-manusia yang pandai bersilat kata, termasuk memberikan pemaknaan baru terhadap suatu kata, kata pahit sepertinya cenderung diasosiasikan sebagai “kisah asmara yang tidak berujung bahagia.” Hem. Lumayan mirip dengan pengertian kedua, akan tetapi dalam pengertian ketiga, penekanan makna kata pahit sepertinya lebih jleb alias menusuk-nusuk hati. Contoh kasusnya, ketika kamu jatuh cinta pada seseorang yang berbeda keyakinan denganmu. Kamu yakin, sementara itu tidak demikian halnya dengan dia. Begitu mendengar kabar tersebut, manusia-manusia ini akan mengeluarkan segenap kemampuan mereka untuk ngece serta mbosok, plus memberikan gelar pahit padamu. Sempurna.

Lalu, apakah kepahitan merupakan akhir dari segalanya? Tentu tidak. Sebenarnya, apabila kamu mengalami situasi pahit, ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk keluar dari kubangan kepahitan, atau setidaknya mengurangi keinginan muntah sebagai efek dari rasa yang cukup tidak mengenakkan tersebut. COUNTER PA(H)IT! Terinspirasi dari P3K andalan tim Tebing FUD 2013 yaitu Counterpain,  jurus COUNTER PA(H)IT  sangat disarankan untuk  dicoba. Aku menyebutnya sebagai Formula H2SC.

Rumusan Formula H2SC:
  1. HAPUS semua hal yang berhubungan dengan sumber kepahitan.  Sms, akun jejaring sosial, benda-benda  pemberian, foto yang tersebar di setiap memori barang elektronik yang kamu miliki, barang-barang yang berkaitan secara langsung dan tidak langsung. Jangan sedikitpun merasa sayang, ingat, semua ini demi rasa hidup yang lebih nikmat!
  2. HINDARI kontak dengan sumber kepahitan. Bukannya bermaksud lari dari kenyataan, hanya saja jika kita terlalu sering terekspos keberadaan sang tersangka, akan jauh lebih sulit bagi kita untuk melupakannya. Ibarat minum jamu yang jelas-jelas rasanya pahit tapi kita meminumnya terus-menerus, rasa pahit di lidah dan kerongkongan akan sulit dihapus. Kalau perlu, puas-puaskan menemuinya dalam satu jangka waktu sebagai persiapan absen kontak.
  3. SALURKAN segala perasaanmu ke media yang tepat. Marah atau sedih merupakan emosi yang wajar kita rasakan dalam situasi pahit. Tidak baik jika hal itu dibiarkan, karena akan ada kecenderungan destruktif yang bisa membahayakan diri kamu sendiri maupun orang lain. Daripada menelan korban yang sia-sia, lebih baik tuangkan perasaanmu ke dalam sebuah karya (lagu, tulisan, dan sebagainya), atau kegiatan lain yang bermanfaat seperti belajar dan berolahraga. Lampiaskan benar-benar agar kamu dapat merasakan kelegaan yang luar biasa. Biasanya, hasil yang kita peroleh dari pelampiasan ini lebih bagus lho, dibandingkan tanpa perasaan yang meluap.
  4. CARI sesuatu yang baru dan berbeda jauh dengan sumber kepahitan. Yah, bisa jadi seseorang yang baru, organisasi baru, tempat tinggal baru. Perbedaan yang ada akan membuat dirimu mengalami penyegaran dari berbagai aspek. Dan pastinya, siap untuk merasakan perasaan-perasaan serta kondisi-kondisi menyenangkan di hari esok yang cerah ceria. Bahagia!

Poin-poin di atas hanya akan berhasil jika ada keinginan kuat dari kamu untuk melawan kepahitan yang ada. Lain halnya jika kamu justru nyaman dengan kepahitan yang kamu rasakan dan malah menikmati keadaan. Ckckck. Angkat tangan. Kalau boleh jujur, aku sendiri belum berhasil menyelesaikan kepahitan yang aku rasakan empat tahun terakhir. Padahal aku tipe pembenci orang yang seringkali menyarankan orang lain untuk melakukan sesuatu, sementara dia sendiri belum melakukan hal tersebut. Lalu?

Entahlah.

Sekian.

Selamat mencoba saja dan semoga berhasil.


Konsep dibuat di kelas Biopsikologi, K-303, 120413.
Ditulis dengan gaya bahasa yang sama sekali berbeda pukul tiga dini hari, gabungan keinginan tubuh untuk tidur yang nihil serta semangat untuk meyelesaikan target sepuluh tulisan hari ini.
Yogyakarta, 160413.

Wednesday, April 17, 2013

Cerita Ops #3 : Antara Tali dan Besi.


Penulis : Mochamad Arma Setyawan.

The Ops!
Pull Me Out!
Waktu   : Sabtu, 13 April 2013.
Lokasi   : Jembatan Babarsari, Yogyakarta.
Peserta : The A Team! (Tebing), Brain, Faris, Aliya (Gua).
PO        : Miftahul Ariefin.


Waktu itu
Klek- klek.. mungkin seperti itu bunyinya  waktu itu.
Bunyi alat besi yang saling beradu, saling berpaut.
Hahaha... mungkin seperti itu bunyinya waktu itu.
Bunyi tawa kita yang saling beradu, saling barsahut.
                Karat- karat itu masih kokoh.
                Saat kutarik tali dengan tergopoh.
                Mendekatkanmu pada tepian jembatan.
                Yang di sana besi dan tali saling bertautan.
Riak sungi menemani kebersamaan kita.
Yang berurai peluh berkawan  dahaga.
Mencoba memahami dan mengerti.
Rangkaian tali dan besi.
Kebersamaan waktu itu terasa hangat.
         Terik matahari waktu itu terasa menyengat.
Membawa tawa, membawa ceria, membawa cerita.

Tuesday, April 16, 2013

Cerita Ops #2 : Old Siung, Brand New Us.





Penulis : Aldila Winzariski Rahmawati, Muhammad Sanhaji.

The Ops!
Kembali ke Siung!
Waktu   : Sabtu-Minggu, 6-7 April 2013.
Lokasi   : Pantai Siung, Tepus, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Peserta  : The A Team!
PO        : Awang Darmawan.

Sukses menjalani operasional minggu pertama, tim Tebing melanjutkan selangkah lagi proses dalam rangkaian TC FUD yang berkepanjangan ini. Apalagi kalau bukan operasional kedua. Berbeda kondisi dengan operasional pertama kemarin yang dilaksanakan di tebing baru yang sebelumnya belum pernah kami panjat, kali ini kami akan pergi ke sebuah tempat yang sangat familiar: Pantai Siung. Sebenarnya, dalam jadwal operasional, jatah tempat yang tertera untuk kami jamah untuk minggu kedua adalah Nglanggeran. Akan tetapi, Awang Kabid Ganteng The Gifted Duren and Solo Man (astaga, panjang amat gelarnya) memutuskan memindah lokasi during dengan beberapa pertimbangan. Pertama, menurut ingatannya, di Nglanggeran hanya ada satu jalur yang mungkin kami panjat dengan kemampuan kami sekarang. Karena harus bergantian memakai jalur dengan target snapping dan lead yang lumayan memakan waktu, kemungkinan bosan melanda tampak di depan mata. Kedua, memang ada jalur lain yang baru dibuat, namun jalur tersebut cukup sulit  untuk mengejar target kami. Akhirnya, Siung dipilihnya dengan alasan ada banyak jalur yang tersedia dengan berbagai tingkat kesulitan. Selain itu, apabila jalur yang kita inginkan sudah terlebih dahulu dipakai orang, kita bisa dengan mudah pindah ke jalur lain.

Seperti halnya ritme sebuah operasional, kami memulainya dengan serombongan kegiatan pre. Selasa sore kami sudah bersiap untuk jogging keliling GSP bersama anggota keluarga Palapsi yang lain. Hmm, ada hal yang sangat aku syukuri dari kesepakatan awal FUD di tim Tebing: jogging tetap lima putaran sejak awal sampai akhir proses TC. Ya, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang harus selalu menambah jumlah putaran setiap dua minggu sekali. Hal ini membuatku cukup bersemangat menghadapi jogging kali ini. Sayangnya, cuaca hari itu sedang tidak bersahabat. Hujan turun, dan atas instruksi Pak PO, kami menyelesaikan paket menu super lengkap yang terdiri dari sit up, push up, back up di GSP bersama tim Air (tim Gunung sepertinya mengganti jogging dengan naik-turun tangga di Gedung K, tim Gua kurang tahu). Setelah hujan cukup reda, kami melanjutkan step up-step down kemudian melaksanakan menu yang cukup berhasil mengasarkan telapak tangan kami yaitu moving. Semoga dengan moving kami bisa move on dari ke-pait-an masing-masing, amin *ups. Barbel, jinjit, rolling, dan shuttle run sudah menunggu kami di sekret. Seolah itu semua belum cukup, masih ada menu harian pull up tiga puluh lima kali.

Jogging dilaksanakan keesokan paginya. Kami sepakat berkumpul di GSP jam enam tepat. Walaupun mengganti jadwal, ternyata jogging pagi itu tetap ramai karena tim Air dan Gua juga ikut. Mendengar tim Air ada kegiatan renang di salah satu sesi latihannya, kali itu tercetus untuk membuat kegiatan pre yang menarik dan lain daripada yang lain: main layangan. Alasannya, sekalian belajar menengadahkan kepala dan melatih respon seperti pada saat belay. Ide yang cukup menggiurkan, tapi konyol juga. Tambahan, gara-gara ada kelas pagi dan kakiknya terkilir, si Kadiv Arma, berhalangan mengikuti acara bersama ini. Ia menyusul jogging sepulang kuliah. Agenda hari itu dilanjutkan dengan boulder-an sore harinya. Pada saat latihan, tiba-tiba ada rekan-rekan dari Panta Rhei (Mapala Filsafat UGM) yang datang berkunjung. Mengobrol sebentar, kami latihan lagi setelah mereka pulang. Kamis, briefing dilaksanakan di depan PAUD dengan kondisi hujan semi banjir. Briefing berjalan lancar sampai pada poin bantingan. Urusan kantong memang selalu miris, apalagi dengan keputusan uang bantingan sebesar empat puluh ribu rupiah plus tabungan yang membuat kami senam dompet. Awalnya, kami akan melanjutkan latihan. Berhubung hujan, akhirnya kami malah kumpul tim dipimpin Kadiv, dengan bahasan perubahan menu latihan, lokasi simulasi, dan perombakan jadwal. Gelap mulai turun, kemudian kami latihan sistem cleaning serta snapping di depan kantin. Jumat, seperti biasa kami packing dengan keadaan sekret yang kacau dan berisik karena semua divisi dan barang-barang yang akan dibawa operasional tumpah ruah menyesaki ruangan yang hanya berukuran empat kali lima setengah meter itu.

Sabtu pagi kami siap berangkat! Aku yang menjabat pos transportasi girang bisa mengatur list transportasi, mengingat trauma dibawa Aji rock and roll ria di jalanan minggu sebelumnya belum sembuh benar. Arma sebagai leader, Arif-aku di tengah, lalu Aji-Awang sebagai sweeper. Perjalanan terasa sangat lama karena memang lokasi Siung cukup jauh. Untunglah, tidak ada insiden apapun, hanya motorku perlu diisi sedikit angin di sekitar Jalan Solo. Sesampainya di sana, kami BR sebentar dengan Mbak Wati sang basecamper, kemudian langsung ke TKP untuk meninjau jalur. Wah, hari itu semua jalur kosong, seluruh Siung rasanya hanya milik kami berlima. Saat mempersiapkan alat, datang seorang bapak bersama rekannya. Beliau ternyata sedang survei lokasi untuk outing sebuah SMA bulan depan. Ngobrol ngalor-ngidul, tiba-tiba beliau berpesan bahwa kami harus selalu hati-hati dalam menjaga tingkah serta perkataan di manapun. “Sama-sama ngomong mbokya yang bagus, daripada nantinya kenapa-kenapa.” Oke Pak, siap!

Pemanjatan dimulai. Tiga pendekar panjat kami Arma, Aji, dan Arif berkutat di jalur Raimuna. Target mereka lead. Pada momen ini, aku merasa... ‘wow’. Takjub dan kagum *lebai. Aji dan Arif sudah belajar melakukan pemanjatan lead di operasional kedua TC. Kedua, para pembaca sekalian yang budiman. Pemanjatan mereka cukup lancar, hanya ada sedikit insiden yang cukup mengejutkan. Pertama, waktu Arma selesai cleaning dan talinya tersangkut di prusik top sehingga tidak bisa ditarik ke bawah dengan lancar. Mau tak mau, ia harus memanjat ulang untuk melepas prusik tersebut. Kedua, ketika Aji mendapat giliran manjat. Sampai di hanger dua menuju hanger tiga, ia kehilangan pegangan sehingga wusss... jatuh dengan posisi kepala di bawah. Arif kurang sigap, ending-nya Aji dan Arif seperti gendong-gendongan *NN. Untungnya Aji tidak trauma dan tetap semangat menjalani pemanjatan selanjutnya., walaupun menurut sang subjek jatuh yang tadi itu rasanya “...seperti kiamat, jantung rasanya mau copot, antara takut, seru, keren, pokoknya rock and roll, hehe...” Setelah terjatuh, masih ada lagi kejadian yang tidak kalah menghebohkan, kejadiannya ketika Aji lupa memasang figure eight ketika akan cleaning. Padahal, akibatnya bisa sangat fatal jika belum terpasang, apabila terjatuh tentu tak tertolong lagi. Alhamdulillah tidak terjadi hal yang buruk berkat Awang yang mengingatkan Aji.
Sementara itu, aku yang memang kemampuannya masih di bawah mereka kebagian target snapping jalur Too Easy. Sebelumnya, Awang me-lead jalurku tersebut. Pemanjatanku berjalan cukup lambat karena masih belum lancar memasukkan tali ke carabiner. Kadang-kadang talinya terbalik. Tambahan, aku sedang berhalangan pada waktu itu, jadi staminaku drop, jauh dari biasanya. Untungnya, dengan suntikan semangat dari tim, aku bisa menyelesaikan target snapping lima kali dalam waktu... seharian penuh *hiks. Tapi tetap bahagia, karena itu adalah pertama kalinya aku muncak Too Easy lewat jalur yang seharusnya, bukan mlipir lewat jalur tetangga. Ada kejadian cukup bodoh juga, ketika aku menyelesaikan pemanjatan ketiga. Begitu menginjak tanah, aku baru menyadari aku tidak mengenakan helm. Yang lain mengira aku memakai helm, eh setelah dicek di kamera ternyata memang tidak *jangan ditiru!

Selesai manjat, kami kemudian menyegarkan jiwa raga kami dengan bermain di pantai. Sayang rasanya jika sudah jauh-jauh ke Siung tapi tidak menikmati pantainya. Arma bermain air, aku dan Aji menyempatkan diri membaca fotokopian materi karena Senin ada ujian *ckckck, lalu ada Awang yang mengawang-awang. Mungkin ia resah karena tidak menemukan sinyal, mengingat kehidupan asmaranya yang sangat mulus bagaikan jalan tol *ups. Keseruan dilanjutkan dengan membuat video serta foto keluarga kami yang pertama sebagai tim. Malam harinya kami memasak bersama. Menu kali ini adalah soto yang berisi kubis, bihun, taoge, serta bakso, dengan lauk telur goreng. Konsumsi lupa membawa minyak goreng, untunglah Mbak Wati sang basecamper bersedia membagi minyak secukupnya *terima kasih. Setelah dibagi-bagi, ternyata masing-masing dari kami mendapatkan porsi sangat dewa. Makan secepatnya, agenda kami lanjutkan dengan evaluasi, briefing teknis, serta building team. Kali ini building team lebih membahas tentang hubungan kami satu sama lain, tentunya agar setiap anggota tim mengenal lebih dalam anggota yang lain dan membuat tim ini semakin kompak!

Paginya, rencana kami bangun pukul lima berantakan karena hampir semuanya bangun terlambat. Tapi ya sudahlah, kami langsung memasak menu kubis tumis entahlah. Makanan saat operasional memang sering asal dibuat sesuai dengan ide yang muncul saat itu, namun ajaibnya rasanya selalu saja enak. Selesai masak, kami bersiap menuju tebing untuk melakukan pemanjatan. Jalur Sarapan alias Pacaran adalah target kami untuk hari ini. Oh ya, jalur yang kemarin kami pakai, hari ini dipanjat oleh rekan-rekan dari UNS.

Arip, Arma, dan Aji lagi-lagi sukses melaksanakan pemanjatan lead mereka. Targetku hanya memuncaki jalur tersebut. Sayangnya, aku gagal menyelesaikan target karena kondisi tubuh. Awang sendiri memang benar-benar pantas dijuluki Gifted Man, dia snapping dan lead dengan amat sangat lancar dan cepat. Syukurlah, tidak ada insiden yang berpotensi fatal akibatnya. Setelah istirahat di tengah hari, kami pindah menuju jalur Iruka yang letaknya di belakang jalur Kuda Laut. Untuk mencapai lokasinya, kami harus turun melewati bentukan seperti gua sebelum akhirnya sampai. Pemandangan pantai yang kami dapatkan dari sana betul-betul indah. Akan tetapi, tiba-tiba gerimis melanda. Kami langsung menyingkirkan alat ke pinggiran tebing yang cukup aman dari hujan. Awalnya, kami masih akan melanjutkan pemanjatan. Tapi begitu melihat pemandangan pantai yang tadinya cerah, dengan garis cakrawala jelas terlihat, berubah menjadi gelap karena awan bergerak makin lama makin dekat. Air hujan turun membuat air laut seperti beriak-riak dari kejauhan. Acara berubah menjadi truth or truth dengan kedok building team *selalu. Berhubung hujan tak jua reda, PO memutuskan untuk menyudahi rencana manjat. Jadi, kami kembali ke warung Mbak Wati dan malah makan siang sekalian di sana sebelum pulang.

Perjalanan pulang berjalan cukup lancar walaupun hujan deras. Awang dan Aji sempat tertinggal jauh karena menunggu Arif dan aku, dikiranya tersasar. Arma kurang berhati-hati dalam memosisikan poncoku yang dia kenakan, sampai-sampai keseluruhan bagian belakang ponco tersampir ke satu sisi dan ujungnya terbabat habis oleh ban. Untung saja hal tersebut hanya membuahkan bonus bentukan mirip jubah Haloween, bukannya tertarik lalu terjadi hal-hal lain yang lebih membahayakan. Arif sendiri sempat menerobos lampu merah. Lagi-lagi hal yang perlu dievaluasi untuk masalah perjalanan.

Kami sampai di sekret dengan keadaan kedinginan total, juga mendapati kenyataan bahwa tim kami hampir selalu pulang operasional paling akhir. Cuci alat berlangsung cepat dan efisien, kemudian kami melaksanakan evaluasi yang membangun untuk operasional berikut yang lebih baik. Dengan target-target yang sejauh ini telah kami capai, kami merasakan adanya perubahan. Skill baru, semangat baru. Ya, Siung yang sudah biasa kami kunjungi itu seolah mengubah kami menjadi sebuah tim yang baru. Old Siung, brand new us. Begitulah cerita operasional kali ini, sekian dan terima kasih.

Keep moving on and NEVER GIVE UP!

Ditulis dengan bahan tambahan dari ‘Tulisan Tanpa Judul’ milik Muhammad Sanhaji.







Soldier.


Jadi malam ini aku merasa terlalu emosional untuk menulis sebuah puisi dan ujung-ujungnya malah menulis sesuatu dengan bahasa selugas-lugasnya begini.

Ternyata, kalau kamu sudah menyayangi seseorang, tanpa peduli sayangnya jenis yang seperti apa, entah sayang sebagai kakak, adik, saudara, keluarga, kekasih, saat kamu mendoakan yang terbaik untuk mereka dan benar-benar berharap untuk itu, lalu ternyata Tuhan memilihkan jalan lain yang kebetulan tidak seperti yang kamu harapkan, walaupun kamu mengerti Dia Maha Tahu yang terbaik, rasanya... kecewa.

Jauh lebih kecewa daripada mendapati diri kamu sendiri ada di posisi yang sama.

Yah, entah sedang cengeng atau apa, tapi rasa kecewa ini bukan sesuatu yang bisa dipendam dan didiamkan. Dan aku menangis tanpa tahu alasannya.

Aku memang tidak tahu apa-apa. Aku memang tidak secerdas pemikir-pemikir itu dalam mengingat, meninjau, mempertimbangkan, dan memutuskan. Tapi... ya. Manusia bisa salah.

Manusia bisa salah.

Aku akan berusaha keras untuk TIDAK menggagalkan impian itu.

LEAD!

"So don't apologize.
Defend, just be alive.
We’re all trying.
To get it right tonight.

Never give up.
Never give up.
Never.
Never give up.
Never let up.
Ever.
Never give in.
You’re an army of one...

Never give up.
Never give up.
Never.
Never forget.
Where you’re from.
Never give up.
You’re an army of one..."


Army of One-Bon Jovi.

Yogyakarta, 160413.

Monday, April 15, 2013

That's What The Water Made Them.


"That's what the water made me.
That's who I am and what I'll be.
That's what the water, that's what the water made me."
That's What The Water Made Me-Bon Jovi.

Latihan pengganti operasional Tim Air FUD 2013.
Selokan Mataram.
Yogyakarta, 140413.

Cerita Ops #1 : Slop Hang Slop Hang-nya Tebing Cerme.





Penulis : Awang Darmawan.

The Ops!
Rame-Rame ke Cerme.
Waktu   : Sabtu-Minggu, 29-30 Maret 2013.
Lokasi   : Tebing Cerme, Bantul, Yogyakarta.
Peserta : The A Team!
PO        : Aldila Winzariski Rahmawati.

Manjat pertamaku bersama teman-teman yang nasibnya kurang mujur karena mereka hanya terlambat belajar manjat daripada saya, sehingga di tim ini saya dianggap paling jago. Hahaha. *opolaah

Kami mulai menjalani operasional pertama TC FUD 2013 ini  dengan jogging yang cukup melelahkan bagiku namun tidak untuk mereka. Ya,  Aji, Arma, Arif, Lala yang menurutku sudah kuat fisiknya untuk mengelilingi GSP sebanyak lima kali itu. Menu yang biasanya kita baca dan catat di rumah makan, disini menjadi beda, menjadi semacam makanan bagi otot kami untuk menambah kemampuannya. Mulai dari otot jari tangan sampai dengan otot betis seakan dipaksa untuk bekerja lebih keras dari biasanya, namanya juga latihan. Hahahaha.

Boulderan, sebenarnya adalah waktu yang sangat menyenangkan untuk para pemanjat, tapi entah kenapa saya melihat latihan kali ini belum maksimal, mungkin hanya karena tangan-tangan halus kami belum terbiasa, ya semoga saja. Berharap kami akan lebih semangat dan semakin mencintai point (karena memang banyak point nya) yang tersebar menempel di papan sebelah ring basket itu. Tapi ketika PR-an sudah terlihat tatapan-tatapan sinis bersaing untuk menyelesaikan jalur yang sudah dibuat, haha... Semakin seru tampaknya.

Tebing di sebelah Goa Cerme ini, baru pertama kami panjat karena memang jalurnya ada baru sekitar setahun yang lalu. Perjalanan yang cukup terhambat karena ada sedikit MissSchedule, Pak Kadiv kita berangkat nyusul sehingga harus ditemani oleh salah satu teman ganteng saya, Arif. Karena itulah saya harus berangkat dahulu bersama dua teman saya, ya ibu ops kami kali ini adalah Lala, dan temen ganteng saya yang jago ngurut si Aji. Haha, tapi santai saja, tetap saya yang paling ganteng di tim ini. Wah karena sombong, saya mengalami nasib sedikit sial, karena pada saat di jalan dan menoleh kebelakang ternyata 2 teman saya sudah tak terlihat, yah saya harus berbalik arah dan otomatis mengurangi bensin saya juga. Ternyata motor Arif yang dipakai Aji dan Lala harus masuk pit stop karena mengalami gangguan pada rodanya, dan harus ditambal. Cukuplah dua batang rokok menunggu reparasi tersebut, setelah siap untuk lanjut kami melanjutkan perjalanan ke tebing idaman. *opolaah

Melihat sang tebing yang menjulang tinggi di hadapanku terasa air liurku mulai mengucur, tidak selebay itu sih sebenarnya. Hahaha. Mungkin efek tempat baru yang sepertinya cukup seru untuk dipanjat. Bergegas kami bertiga naik kebawah jalur panjatnya, ternyata ada beberapa teman sehobi yaitu Hancala (Mapala Mipa UNY) yang sudah manjat dari hari Jumat. Sedikit ngobrol dan saya segera meminta tolong Aji untuk mengambil peralatan yang tadi ditinggal di rumah parkir bawah.

Saya       :Ji, siap kan?”
Aji         : Apa Bro?”
Saya       :Alat,” jawabku sambil mempraktekkan membawa tas.

Ternyata Aji memang pengertian dan siap bergegas turun untuk mengambil, tak lama kemudian langsung Arma dan Arif datang. Aji memang cerdas, langsung aja dia teriak.

Aji         : “Rip sekalian carrier-nya ya !”
Saya       :Bosok koe…

Setelah ternyata Arif juga pengertian membawa alatnya ke atas, kami langsung bersiap-siap menentukan jalur yang akan kita habisi nanti. Jalur kiri sepertinya yang paling memungkinkan selain jalur tengah yang sedang dipakai oleh anak Hancala. Saya kebagian rejeki untuk memerawani jalur ini. Ada sembilan hanger yang menempel di punggungnya. Lima hanger pertama tidak memerlukan banyak tenaga untuk menaklukannya, karena masih sedikit slop (bagian dari tebing dengan kemiringan lebih dari sembilan puluh derajat). Sesuai perkiraan, setelah dapat hanger enam menuju hanger tujuh jalur semakin hang dan otomatis semakin memacu adrenalin untuk melewatinya. Karena saya kuat, saya akhirnya dapat bagian dari tebing dengan kemiringan kurang dari sembilan puluh derajat, dan melewatinya sampai TOP. Haha, alasan saja, sebenernya bukan karena kuat tapi karena tengsin, disini saya paling tua masa nggak ngetop sih. Hahaha *lupakan. Selain itu karena di dekat hanger tujuh ada lubang dewa yang sedang dijaga oleh buaya, eh maksud saya tokek, untung dia tidak sempat merasakan empuknya jari saya. Kemudian dilanjutkan pemanjatan teman-teman dan menghabiskan hari pertama itu dengan sangat puas dan lega. Aji memanjat dengan snapping (memasukkan tali sendiri kedalam quickdraw/pengaman yang menghubungkan tali ke hanger), dengan jatah tiga kali dan dia melakukan dengan maksimal tapi tetap rock and roll katanya, meskipun sempat dua kali jari manisnya tertikam gigi sang tokek.

Saya       :Piye Ji?”
Aji         :Tetep rock and roll Bro..”

Baguslah, semoga semangat rock and roll nya selalu dibawa ketika memanjat dan dalam kehidupan sehari-hari. Hahaha *opolah. Arif pemanjat dengan semangat super dewa ini sudah semakin kuat dan akhirnya juga bisa menge-TOP jalur kiri ini dengan snapping.

Saya       :Arip sehat?”
Arif         :Sehat Mas, mantabb..”

Haha, semoga selalu sehat dan tidak akan pait di tebing beneran dan tebing hatinya. Hahaha*ups. Selanjutnya Arma, Sang Kadiv kami yang selalu tremor ketika menajat, tapi kali ini sudah berbeda sudah semakit kuat dan berkurang ketarannya.

Arma     : Alhamdullilah, wes sudo (berkurang) tremor-ku..”
Saya      :Apik, kudune ngono lah wes nduwe adik-adik ngene kok. Haha.*ejekan motivasiku.

Semoga akan semakin dewasa menghadiapi adik-adik baru dan akan menjadi contoh yang lebih baik. Semoga tambah pinter juga sih, jangan ceroboh yak. Haha. Satu-satunya cewek di tim kami ini, Lala, membuatku semakin bangga dengan tim ini. Semangat NGU!-nya sangat terlihat ketika manjat.

Saya       :Piye La, lanjut manjat? “
Lala        : Sabar ya yang belay aku, aku bakalan lama nempel kalo belum habis power

Terus NGU! dalam operasional dan pengejaran pujaan hatimu. Hahaha, maaf semoga tidak keceplosan lagi. Itulah mereka dan saya menyelesaikan pemanjatan hari ini. Setelah ini kami akan mengondisikan lambung tengah, menempelkan tubuh dengan nyaman dan mengetahui semua sisi tersembunyi dari tiap anggota tim ini, ya benar sekali TOT. Hahaha.

Terima kasih konsumsi..”

Kata-kata yang terdengar keras setelah di hadapan kami ada makanan yang sangat lezat, ala operasional sih. Malam itu kami menyantap kare spesial dengan bakso dan sebenarnya abon tetapi lupa dikeluarkan dari carrier. Sangat kenyang dan puas rasanya, setelah selesai makan dan merapikan bekas pertempuran kami membuat lima porsi makanan tadi. Sekarang giliran yang cukup bermakna bagiku, evaluasi, briefing teknis dan building team.  Di sini adalah tempat melihat kemampuan dan performa memanjat kami dan tempat belajar yang sangat bagus untuk pemanjatan esok hari. Selain ini, sesi BT adalah cara terbaik menurutku untuk tahu apa yang tidak terlihat dari Aji, Arma, Arif, dan Lala. Dan untuk lebih mendekatkan kami satu dengan yang lainnya. Muncul sifat Aji yang ternyata sangat gokil, terlihat perilaku Arif ketika salting untuk urusan itu. Hahaha. Lala yang juga ternyata sangat tahu tentang kabar anak-anak sekret dan Arma yang tetap seperti itu dan hanya menjadi pendengar dan penikmat tawa kami di situ. Semakin seru rasanya tim ini, sangat kami tunggu untuk BT di oprasional selanjutnya. Hahahaha.

Setelah sarapan kami pun bergegas kembali ke tempat manjat, kali ini kami pakai jalur yang tengah dengan kriteria hampir sama dengan jalur kiri. Ya, dengan sembilan hanger dan slop hang-nya membuat kami lebih bersemangat untuk mencengkram dan memasuki lubang di punggung jalur itu. Pemanjatan kedua ini berjalan semakin lancar saja dan semakin semangat. Ketika baru mulai memanjat, ada rekan datang dari Gitapala (Mapala Teknologi Pertanian UGM), yang semakin menambah seru obrolan kita, ya Mas Doyok memang seru dan kami cukup nyambung dengannya. Ketika kami bercerita soal tokek di jalur kiri itu pun menjadi guyonan yang cukup aneh.

Saya  :Ono tekek-e neng bolongan hanger pitu Mas...”
Mas   : “ Iyo, tapi ra popo nek dudu boyo...”
Saya  :Piye carane boyo tekan kono?
Mas   : Mungkin wae SRT-an.”
Arma :Sik sik tak bayangke sik.

Hahaha, tolol juga anak ini sampai sampai kami semua tertawa melihat ekspresinya ketika mengimajinasikan seekor buaya SRT-an ke atas tebing. Hahaha. Kocak memang, semoga dia selalu berimajinasi. Begitulah perjumpaan kami dengan anak Gitapala, kemudian mereka menyiapkan memanjat jalur kiri. Ditengah pemanjatan ada sedikit accident, tiba-tiba terdengar suara minta tolong dari bawah, saya kira ada orang jatuh dari pohon, tapi terdengar seperti bercanda karena suarannya yang samar-samar, ternyata benar kecelakaan, beberapa dari kami langsung turun dan melihat kondisi, seorang bapak jatuh ke tepi jalan yang curam karena mencoba melalui jalan turunan dengan berlari tanpa kontrol. Kasihan juga sebenarnya tetapi memang sudah dirawat dan sedang dipanggilkan ambulance . Makannya kalau jalan pun nggak boleh ngebut, nggak cuma ketika naik motor aja. Setelah itu kami lanjutkan pemanjatan sampai waktu menunjukkan pukul 15.30. Segera kami packing dan pamitan dengan teman-teman Gitapala. Setelah sholat ashar, kami bergegas meninggalkan tempat seru itu. Bertemu teman-teman di sekret, dan melanjutkan proses akhir rangkaian ops kali ini, cuci alat dengan bahagia dan evaluasi dengan penuh cinta. Hahaha *opolaah. Begitulah slop hang slop hang slop hang-nya cerita saya bersama my pride team di Tebing Cerme. Terima kasih.

Keep Pull Up and Never Give UP!