Oke, saat ini aku
sampai pada sebuah kesimpulan bahwa dari sekian menu yang harus aku jalani
selama Follow Up Diklat Palapsi 2013, moving
resmi mendapatkan gelar sebagai menu paling menyebalkan dan membuatku menahan-nahan
tangis. Belum pernah menangis betulan sih, pokoknya yo ngonolah. Apa ya, moving
selalu sukses menghasilkan telapak tangan sobek, luka, ngapal, dan kasar, hal-hal
yang membuatku ngebut mencuci
sepulang ops karena jelas tak bakal sanggup mencuci dengan kondisi telapak
tangan tersayat-sayat usai moving.
Ngomong-ngomong soal moving, tiba-tiba kok jadi kepikiran
spesies lain dari moving. Iya yang
itu, yang gagal aku lakukan sejak dulu kala. Apalagi sih kalau bukan moving on?
Dan kasus ‘susah moving on’-ku itu sebenarnya tergolong aneh
untuk seseorang yang mudah jera alias kapok sepertiku. Harusnya, nalarnya,
setiap terjebak situasi yang tidak menyenangkan, ya langsung pergi saja dari
situasi itu. Kurang lebih semacam aku di zaman SMA lah, yang setiap kali merasa
tidak cocok dengan sesuatu langsung cabut dari kegiatan apapun yang saat itu aku
ikuti. Tanpa banyak pertimbangan, buang-buang waktu, atau penyesalan di akhir.
Sampai-sampai julukan ‘kutu loncat’ melekat padaku. Tapi, entahlah, kali
kemarin dan kali ini (*iya, yang sekarang) rasanya susaaah sekali melakukan ‘pergerakan’
tersebut.
Sampai suatu
ketika, dalam sesi curhat bersama sesepuh tuyul sakti yang bisa baca aura
(*identitas dirahasiakan), ia mencetuskan suatu teori yang belum pernah
terlintas di otak sebelumnya olehku.
“Hari gini moving
on? Harusnya moving up dong!”
Setelahnya, Mas
Tuyul langsung nyerocos memaparkan
teorinya ini. Menurutnya, seseorang tidak bakal bisa benar-benar pergi dari
situasi yang tidak menyenangkan hanya dengan moving on. Kasarannya, “Itu
kan cuma pindah tempat. Datar.” Berbeda halnya dengan moving up, kita akan benar-benar
bisa meninggalkan semua hal yang tidak kita sukai di bawah, bukan hanya di
belakang.
Namun, ternyata teori
ini ada syaratnya juga. Kalau mau moving
up, harus moving on dulu. Ibaratnya
pre-during-post, prosesnya
harus urut dan lengkap. Mengapa? Karena, seandainya moving up tanpa moving on, nantinya orang itu akan tertarik lagi ke situasi semula. Sedangkan
moving on tanpa moving up, ya tidak akan ke mana-mana. Stuck di situ-situ saja.
Sial, setelah
dipikir-pikir lagi, teori itu membuatku berkata “Iya juga yaaa” sambil
mangut-manggut setuju. Paham. Aku harus moving
up, bukan sekadar moving on. By the way, cara naiknya
bagiamana ya? Manjat? Tapitapitapi, sepertinya aku terlalu mager deh untuk manjat. Bagaimana kalau SRT-an saja? Bagaimana kalau
di-rescue saja? :D
“Nyat koe
ra niat moving!” :p
Seusai melek
semaleman penuh menghadap layar demi tugas. Kesalahan fatal, padahal nanti
berangkat operasional. Tidak tega tidur di kelas, dan akhirnya menulis ini.
Kelas Biopsi.
Yogyakarta, 260413.
No comments:
Post a Comment