Biru.
Langit atau laut? Memangnya kamu pelaut, yang
melintasi keduanya setiap hari? Bukan? Oh, mungkin keduanya saling memantulkan
dan membias ke segala arah.
Hijau.
Danau atau rerumputan. Kurang pekat,
sepertinya. Mereka bilang puncak bermakna demikian. Ada cahaya di balik
nyalanya. Bagaimana bisa?
Putih.
Susu atau gading? Yang kedua lebih tepat,
agaknya. Berhubung tidak bersih setara kertas yang kemarin kamu corat-coret.
Bisa juga karena noda adalah bukti belajar. Katanya, berani kotor itu baik.
Yang mana?
Hitam.
Elegan atau misterius? Keduanya tak terelakkan
hinggap menyergapku setiap kamu datang. Malam, tapi siang pun tak masalah. Yang
terbaik, barangkali, yang paling tepat menunjukkanmu pada dunia.
Cokelat.
Tanah atau kayu? Membumi, selalu. Tak sengaja
kamu menggambarinya dengan motif-motif yang kamu sendiri tak mengerti. Namun
kamu mengenakannya dengan bangga. Bagimu sama saja sempurna.
Kelabu.
Jalanan berdebu atau abu? Sesuai namanya,
tentu saja. Tak pernah sehari saja terlewatkan dalam berbagai kesempatan. Hal
yang terkadang membuat orang lain berdoa semoga warna itu lekas kamu sentuhkan
air. Agar ia tak berlumur prasangka.
Merah.
Dalam bentuk apapun, mengambil nada warna
manapun, kamu memang akan selalu jadi cintaku. Ah, selalu.
Empat kali tak berganti, memudar seiring
waktu.
Yogyakarta, 19-220413.
No comments:
Post a Comment