Tiga
menyusut menjadi satu saja.
Angka
satu itu terus saja muncul dalam benakku, seolah menertawakan kegagalanku
karena dari lima kemungkinan yang ada saat itu, hanya satu yang berhasil
kuamankan.
Hanya
satu.
*
Kau
pasti pernah mengalalmi situasi yang sama sepertiku, juga merasakan apa yang
tertangkup di dalamnya.
Ketika
lebih dari satu warsa berlalu dan hatimu masih juga terpaku lewat palu yang
sama; menghunjam batas demi batas dan merobek benteng terakhirmu.
Lalu kau
jadi lubang justru karena kau bertahan.
*
Sepi.
Betapa
perbedaan seringkali lebih memisahkan dibandingkan jarak.
*
Namun
sosok itu selalu bertubi merampok sudut pandangmu yang naif dan kelewat
terbuka. Ia tak peduli karena ia tak ingin tersangkut rasa, jatuh ke dalam
jiwa. Tak sengaja justru ia menabur luka, memutus asa. Masalahnya ia terlampau
sempurna untuk kau lontarkan cela.
Alih-alih
pasrah, kau mulai meracuni ragu, menariknya hingga serpih. Tinggal perih.
Kau
hancurkan apa yang telah susah payah kau bangun dengan upaya, kau hidupkan
dengan doa, kau perkuat dengan... segalanya.
*
Kamu
berpadu waktu, berpusar semakin kencang dalam ingatan.
Seketika
jurang.
Kuinjakkan
satu kaki yang pasti tenggelam.
Dan
perlahan, kuali pun mendidih, mengepulkan asap ke angkasa.
*
Aku
mendadak bangkit dari bangku dan melangkahkan kaki ke luar kelas dengan
tergesa.
Menahan tangis, ketika
sesaat sebelum pintu terlewat aku menoleh ke belakang.
Yogyakarta, 090414.
No comments:
Post a Comment