Keberadaan blog ini sebenarnya berfungsi untuk memajang karya. Jadi, secara pribadi, aku melarang diriku sendiri untuk menuliskan hal-hal yang terlalu 'aku' di sini. Tapi ya, entah mengapa ada ide nyeleneh yang melintas di otak, dan menurutku tidak ada salahnya juga untuk ditulis.
Ini tentang sesuatu yang, boleh dibilang, sebuah mimpi. Hahaha, this is about someone I''ve dreamed about. Semacam imajinasi yang kurang dikondisikan untuk membumi kembali karena terlanjur meninggi. Begitulah.
Aku selalu membayangkan sosok seorang laki-laki yang seperti inilah yang menjadi impianku. Physically, dia tinggi. Lebih tinggi dari aku satu-dua jengkal. Supaya aku bisa menikmati mendongak untuk melihat wajahnya. Tubuhnya kurus, tapi tidak terlalu kurus juga sih. Ideal lah. Jadi memungkinkan untuk dipeluk tanganku yang mungil. Kulitnya gelap, entah mengapa preferensiku begitu. Apakah aku takut tersaingi karena kulitku sendiri terus-menerus menggelap gegara matahari atau bagaimana, entahlah.
Kemudian, rambutnya pendek. Aku kurang menyukai potongan gondrong karena menurutku rambut panjang itu kurang enak dipandang. Tidak plontos juga, soalnya aku takut akan menyamakannya dengan tuyul, hehehe. Bentuk hidungnya bagus juga, itu bagian yang paling sering kuperhatikan dari wajah seorang lelaki. Lalu berkacamata. Terlihat intelek dan pintar. Walaupun faktanya kacamata bukan jaminan, hahaha. Rapih itu mutlak. Paling tidak tahu lah kapan saatnya pakai kemeja dan kapan waktunya pakai kaos. Mengerti cara menempatkan diri dalam berbagai situasi.
Hmmm. Lanjut.
Dia, nantinya, adalah orang yang seiman dan taat beribadah. Aku sadar ibadahku masih belum kuat dan aku membutuhkan teladan yang cukup baik untuk urusan satu ini. Lalu, kalau bisa, usianya lebih tua daripada aku. Meskipun orang bilang usia tidak menjamin kedewasaan, dalam beberapa kasus age does matter. A lot. Jarak tiga tahun, mungkin? Pengalaman menunjukkan penghormatanku yang kurang terhadap seseorang yang usianya sebaya. Tapi yang penting lebih dewasanya sih.
Kalem adalah mimpi berikutnya. Dia tidak harus pendiam, namun memiliki ketenangan dan kesabaran yang stabil. Dia juga harus tegas dan punya power. Aku punya kecenderungan buruk untuk ngeyel. Kalau dia tidak 'memimpin', mau bagaimana? Laki-laki kan nantinya akan menjadi imam, jadi dia harus bisa membuatku manut dengan sendirinya, dengan kharismanya, dengan menumbuhkan respek padanya. Bukan dengan kekerasan atau paksaan.
Oh ya, selain itu, dia juga harus sayang keluarganya sendiri. Perhatian. Pekerja keras. Terbuka untuk berbagi visi dan misi kehidupan. Tak lupa cerdas, jadi kelak kami bisa mendiskusikan apapun dengan nyambung.
Apalagi ya? Malah kebanyakan nanti kalau ditulis semua. Yah itu cuma impian, dan menurutku, impian itu tidak harus mewujud kenyataan. Dia, bisa jadi sangaat bertolak belakang dengan apa yang aku inginkan. Terserah Tuhan mau memilihkan yang terbaik untukku yang seperti apa.
Yang jelas, sosok itu akan selalu membuatku mendongak penuh kekaguman dan rasa hormat.
:)
Ditulis dalam kondisi demam dan batuk dan pilek dan sakit tenggorokan yang merupakan serangan after-ship-sickness.
Yogyakarta, 140713.
No comments:
Post a Comment