Aku kenal seorang teman yang teramat suka menulis.
Ia sanggup menulis berpuluh-puluh karya dalam waktu singkat.
Walaupun hanya puisi pendek, atau cerita sepanjang hari.
Inspirasinya seperti selalu tersedia, tiada habis.
Katanya, itu karena ia memiliki sosok yang tepat sebagai
sumber dayanya untuk menulis.
Sejak menemukan sosok itu, ide-idenya mengalir tegas.
Terlalu banyak bahkan, kadang-kadang hingga ia kewalahan.
Ia pun tak mengerti bagaimana bisa demikian.
Namun, sosok itu seperti orang-orang hebat biasanya.
Ada tapi tak bisa diraih, sekedar melirik saja tak sudi.
Lalu ia tersenyum pahit, berusaha pergi.
Bertahan dalam bayangan sosok itu selagi tetap menulis.
Sampai suatu ketika ia dekat dengan seseorang.
Dan sedikit demi sedikit melupakan sosok itu.
Tulisannya semakin jarang ditemukan.
Pembaca setianya mulai merasa kehilangan.
Ternyata, awan hitam menggenang di otaknya.
Gagasan-gagasan hanya mengendap dan berlalu sebelum sempat
dituangkan.
Ia kecewa, frustrasi dengan dirinya sendiri.
Menghadapi dilema.
Ia ingin melaju menerabas luka.
Ia ingin menghapus sosok itu.
Ia ingin bahagia untuk dirinya sendiri.
Tapi jika harga yang dibayar adalah ketidakmampuannya untuk
menulis lagi, masihkah semuanya berarti?
“Mungkin cintamu belum sebesar cintamu yang lalu... Kamu
pasti kembali ke satu orang itu di tulisanmu...”
Yogyakarta, 040613.
No comments:
Post a Comment