Wednesday, May 1, 2013

A Good Victim.


Selama ini aku berpikir kalau orang yang bisa menahan diri adalah orang-orang hebat. Ketika bahagia, mereka bisa menampilkan ekspresi yang tidak meluap-luap. Hanya tersenyum manis. Ketika mereka sedih, mereka bisa tidak mengeluarkan air mata. Hanya menyendiri. Ketika mereka marah, mereka bisa menekannya ke dalam. Hanya diam.

Jadi aku berusaha membunuh setiap perasaan itu. Menganggap semuanya hal yang biasa-biasa saja. Aku bisa saja tersenyum tipis, walaupun sebenarnya dalam hati aku senang bukan kepalang karena sesuatu. Seseorang. Aku bisa saja menekuk wajah dan berkata tidak ada apa-apa, meskipun dalam hati kesedihan itu berontak karena tak dapat bermuara karena sesuatu. Seseorang. Aku bisa saja mengerutkan kening dan mengangkat bahu seolah tak peduli, padahal di dalam hati ada yang berteriak merusak karena sesuatu. Seseorang.

Tapi yang terjadi malah sebuah... kebohongan. Palsu.

Dan kalau boleh jujur, aku muak. Bukan karena ingin menyalahkan sesuatu. Seseorang. Apa ya, lebih karena menyadari selama ini yang salah adalah anggapanku.

Jadi, kuputuskan untuk tidak lagi menahan-nahan apapun yang aku rasakan. Entah itu positif atau negatif. Entah itu manis atau pahit. Lebih baik aku melampiaskannya dengan caraku, daripada nantinya aku merusak diriku sendiri. Pelampiasan buatku bukan melulu suatu hal yang buruk. Asal bisa mengendalikan diri, mengapa tidak? Mengendalikan diri jauh lebih baik daripada menahan diri, bukankah begitu?

Aku bukan korban sesuatu. Seseorang. Aku adalah korban pemikiranku sendiri. Dan, aku adalah korban yang baik.


Ditulis dengan keadaan berantakan karena sedih (akhirnya, mengaku juga), sakit, kelelahan, tugas, serta sebuah cerita yang mengandung frasa ‘sejak pertama’, ‘cokelat’,  dan ‘kadar yang sama’. Diiringi Worry About You-2AM Club. Di kamar yang sudah empat hari ini ketambahan penghuni. Si penghuni tambahan sendiri sedang tertidur pulas gegara pening dan demam melanda.

Yogyakarta, 010513.

No comments:

Post a Comment