![]() |
Siapa ya yang bikin? Terselip di buku. |
Blog ini sepertinya sudah menjadi media untuk
memajang hasil perasaan yang terlalu telanjang.
Mungkin sepele bagi orang lain, ya. Buatku tidak.
Mereka mungkin tidak merasakan ada di posisiku, setelah semua yang terjadi
selama hampir setengah tahun itu. Waktu terus berjalan, dan aku masih belum
juga sembuh. Kadang, aku ingin menceritakan setiap detailnya lengkap di sini,
tetapi berhubung aku kesulitan menata kata-kata secara runtut...
![]() |
Mavissa dari langit.
Benar-benar jatuh ke depan kelas.
Ada kau. Awal.
|
Aku lebih memilih untuk menceritakannya secara
lisan saja, bagi mereka yang mau mendengarkan (walaupun itu BERAT karena aku
ingat semua hal sekecil-kecilnya dan itu memicu air mata lagi). Yang tak hanya
ingin tahu tapi juga peduli. Yang berusaha mengerti mengapa efek peristiwa
empat tahun lalu itu masih terbawa hingga kini.
![]() |
Setiap pesan ada catatannya di buku merah ini. Lengkap dengan hari, tanggal, jam, menit, detik. |
23 Maret 2009.
“Assalamualaikum, maaf ya...
Tadi aku nggak mau salaman, soalnya ada sesuatu
yang membuat aku belum boleh untuk salaman... Sekali lagi maaf...
Nggak marah kan dek?
Mahar.”
-17:44:56
“Iya, seharusnya aku kasih tau dulu...
Haduh, tapi jadi nggak enak banget ini aku...”
-19:49:39
“Hmmm... Gitu ya...
Kalau aku mah, udah segede ini di depan anak cewek
nggak bisa berkutik...
Ada yang melindungi kali, hehe...”
-20:02:01
“Sementara ini hamdallah masih dilindungi Allah.
Hati ini masih sanggup untuk menahan diri agar
tidak bersentuhan dengan selain mahram.
Semoga bisa istiqamah...”
-19:30:42
“Maaf banget ya kalau jadi sakit hati...
Bukan maksud untuk membuat sakit hati.
Semoga bisa memaafkan ya Dek...
Sekali lagi dan tak berhingga kali mohon maaf...”
-19:34:13
Aku. Lima belas tahun. Seseorang yang kagum
terhadap...
Kacamatamu. Agamamu. Tulisanmu. Kepintaranmu.
Kemampuanmu berorganisasi. Kemahiranmu bermusik. Prinsipmu. Merahmu.
Sekarang, aku mendapatimu sebagai sosok yang amat
berbeda. Gaya bicara. Gaya tulisan. Punya kekasih. Mau bersalaman.
Wow.
Lantas mengapa harus sok suci?
Terima kasih untuk membuatku semakin sulit
memaafkan.
Mantingan, 020213.
No comments:
Post a Comment