“Kita adalah dua titik yang tak
pernah bertemu. Mengapa? Karena kita tergambar di atas kertas yang berbeda,”
bisikku pada gelembung-gelembung sabun yang setia kutiup saat hatiku
berjejalkan perasaan-perasaan menyesakkan. Seperti sekarang, tentu saja. Biar
mereka terbang entah ke mana, biar sesuka mereka. Tak berdesakan di dalam yang
bisa kurasa.
...
Sebuah dari mereka ternyata
melayang terlalu jauh. Lain dari gelembung-gelembung yang sekali tiup, pergi,
berakhir, ia bertahan sedikit lebih lama. Mencapai telingamu, menyampaikan
bisikanku.
...
“Tidak,” katamu pelan. “Bahkan
dua titik yang tergambar dalam kertas berbeda pun tetap bisa bertemu. Hadapkan saja
dua lembar yang memuat masing-masing titik itu, lalu sentuhkan satu sama lain.
Mereka bertemu, benar?” Kau memberikan jawaban sederhana yang mungkin tak
terpikirkan kebanyakan orang, termasuk aku. Dan gelembung itu kau tiupkan lagi
untuk menyampaikan bisik balasmu.
...
Gelembung itu telah sampai dengan
selamat. Setelah mendengar bisikmu, aku tertawa mengamininya. Ya, kau benar.
Semoga kau benar. Kemudian gelembung itu menghancurkan diri, pertanda tugasnya
telah selesai. Tinggal kau dan aku yang menentukan langkah berikut.
Selanjutnya.
Yogyakarta, 080113.
No comments:
Post a Comment