Wednesday, January 9, 2013

Seandainya Dialog Ini Pernah Nyata.



“Kita adalah dua titik yang tak pernah bertemu. Mengapa? Karena kita tergambar di atas kertas yang berbeda,” bisikku pada gelembung-gelembung sabun yang setia kutiup saat hatiku berjejalkan perasaan-perasaan menyesakkan. Seperti sekarang, tentu saja. Biar mereka terbang entah ke mana, biar sesuka mereka. Tak berdesakan di dalam yang bisa kurasa.

...

Sebuah dari mereka ternyata melayang terlalu jauh. Lain dari gelembung-gelembung yang sekali tiup, pergi, berakhir, ia bertahan sedikit lebih lama. Mencapai telingamu, menyampaikan bisikanku.

... 

“Tidak,” katamu pelan. “Bahkan dua titik yang tergambar dalam kertas berbeda pun tetap bisa bertemu. Hadapkan saja dua lembar yang memuat masing-masing titik itu, lalu sentuhkan satu sama lain. Mereka bertemu, benar?” Kau memberikan jawaban sederhana yang mungkin tak terpikirkan kebanyakan orang, termasuk aku. Dan gelembung itu kau tiupkan lagi untuk menyampaikan bisik balasmu.

...

Gelembung itu telah sampai dengan selamat. Setelah mendengar bisikmu, aku tertawa mengamininya. Ya, kau benar. Semoga kau benar. Kemudian gelembung itu menghancurkan diri, pertanda tugasnya telah selesai. Tinggal kau dan aku yang menentukan langkah berikut. Selanjutnya.

Yogyakarta, 080113.

No comments:

Post a Comment