Biar kutulis saja kata-kata ini sebelum kian terlupa.
Agar kenangan ini
bisa menjadi selamanya.
.
Salam untuk
Pengabdian
Apakah kecilnya aku bisa berguna.
Memberikan sedikit warna.
Pada hari mereka?
Hanya sebentar, memang.
Hanya menjadi pendengar.
Hanya bertukar cerita.
Namun kucoba juga.
Dan terharu rasanya.
Melihat kebahagiaan di wajah-wajah mereka.
Karena kesempatan seperti ini tak selalu ada.
Salam untuk Air.
Kau.
Yang bermula dan berakhir entah di mana.
Hanya tahu mengalir, menghanyutkan.
Membawaku pada pertemuan pertama.
Kau.
Tentu mengerti sulitnya dirimu sendiri.
Haruskah sekarang kuarungi?
Dengan dayung di tangan, siap menerjang.
Kau.
Belum cukup itu sajakah?
Kau minta aku jatuh untuk kau dekap.
Dalam hantaman basah, berulang.
Kau.
Masih juga menampar, menderas tanpa perasaan.
Sementara aku sudah mendekati mati.
Tersengal, memaksakan napas.
Kau.
Semua kini tinggal pasrah.
Berharap takdir tak melepaskan.
Lalu gelap. Hening.
Salam untuk Tebing.
Hai Tebing.
Ini pertemuan ketiga kita, bukan begitu?
Tapi setiap kali selalu berbeda.
Liku petualangan yang tak pernah sama.
Hai Tebing.
Aku merindumu.
Rekahan tajam. Perjalanan puncak.
Tantangan. Perjuangan.
Sebentar menepikan ketakutan.
Hai Tebing.
Kau telah menaklukkanku, tahu?
Ego. Raga. Cinta.
Buat aku terus mendongak.
Kekaguman itu tak pernah sirna.
Hai Tebing.
Kau goreskan luka di kulitku.
Sedikit? Banyak?
Tak apa.
Bukankah rasa sakit itu nikmat tiada tara?
Hai Tebing.
Izinkanku kembali merengkuhmu.
Menjadi penari di
tengah ketinggian.
Dengan angin dan langit sebagai saksinya.
Salam untuk Gua.
Pintu itu terbuka menuju misteri.
Berteman gelap, dalam, lembap.
Di mana seutas cahaya menjadi begitu bermakna.
Demi mencari pegangan dan tempat berpijak.
Pada tetes-tetes dingin air aku terkesima.
Disajikannya berjuta pesona, pemandangan tiada tara.
Gemerlap indah, sosok-sosok rupawan.
Tangguh tertempa waktu yang ada.
Dan penghunimu yang telah lama berada.
Meninggalkan jejak kentara.
Menimbulkan tanya.
Seperti apa mereka sebenarnya.
Sampai akhirnya, perjalanan disudahi.
Saat menjelang mentari lagi.
Ruang misterimu tertinggal di belakang.
Menanti berjumpa kembali.
Salam untuk Gunung.
Entah gunung atau bukit.
Tak ada kata hanya, untuk setiap langkah yang kutempuh.
Menembus rerimbunan lebat nan berbatu.
Dihembus dingin, mendung, kabut.
Titik-titik hujan menyapa juga.
Mengantarkan penat serta dahaga menjadi lelah tak terhingga.
Pada tubuh yang menyangga beban.
Ketika setiap tapak harus selalu dipaksakan ada.
Terus menerus, sampai mengeluhpun tak sempat.
Hingga malam datang, tiba waktunya berjuang.
Membuat tempat bernaung , biar sederhana.
Menyerut kayu, menghidupkan api.
Saat sesuap makanan, seteguk minuman terasa amat langka dan
berharga.
Tidur berselimut sisa tenaga.
Tapi, perjalanan tak boleh berhenti semalam saja.
.
Terima kasih.
Kalian yang berpadu jadi satu.
Membuka indera dan jiwaku menyambut dunia baru.
Salamku untukmu, Alam.
Memori Diklat PALAPSI 2012.
PLP 4272.
PLP 4272.
Yogyakarta, 021212.
No comments:
Post a Comment