Hidupku belakangan jungkir balik. Rasanya seperti menjadi leader sebuah jalur di tebing, tapi jatuh ketika hendak memasang tali di pengaman terakhir. Posisinya terbalik pula, plus telapak tangan luka-luka. Lengkap sudah.
Ah, tapi sejujurnya aku tidak terlalu mengerti apa yang sesungguhnya terjadi. Masalahnya:
- Sekarang ini aku hampir tidak ada kegiatan berarti, tapi aku kehilangan orientasi. Badanku lebih mudah lelah daripada biasanya. Padahal, aku tidur jauh lebih lama daripada rata-rata tidurku sebelum ini (yang hampir selalu di atas tengah malam). Lucu. Insomnia bisa berbalik menjadi hipersomnia dengan telak rupanya. Itu saja untuk bangun rasanya aku ogah-ogahan, jadi seringnya aku menarik selimt dan bergelung di hangatnya kasur lebih lama lagi. Bangun pun tidak dalam keadaan segar bugar seperti normalnya orang setelah bangun tidur.
- Berat badanku turun drastis. Bayangkan, sembilan kilogram menguap dari tubuhku! Awalnya, tubuhku sudah menunjukkan arah menuju berat badan ideal, 49 kilogram. Nah ya kan tinggal tambah lima kilogram lagi untuk memenuhi target. Tidak terpenuhi pun, asal menembus 50 kilogram aku sudah akan luar biasa senang. Lalu, yang terjadi justru sekarang berat badanku tinggal 40 kilogram. Ke mana perginya sembilan kilogram itu? Orang-orang memperkirakan, pemasangan kawat gigiku-lah penyebabnya, tapi aku sadar bukan itu. Berat badanku sudah turun tahap demi tahap semenjak aku pulang dari Sulawesi dan Bali. Waktu itu, aku turun empat kilogram. Pemasangan kawat gigi hanya mengurangi dua kilogram lagi. Ah, dan semua orang menyadari dan menanyakan hal yang sama. Padahal aku juga tidak mau mengurus, semakin kecil dan tipis.
- Belakangan aku kerap menangis tanpa sebab.
- Sakit kepala menjadi rutinitas yang dirasakan kepalaku. Daya tahan memandang layar laptopku sekarang hanya tiga puluh menit. Lebih dari itu, aku sudah menghempaskan diri ke kasur saking berkunang-kunangnya.
- Aku tahu aku bermasalah dengan mood swing sejak lama, tetapi akhir-akhir ini fase negatifku bertambah. Marah, sedih, kecewa bisa terjadi seketika walaupun hanya dipicu hal sepele.
- Konsentrasiku menurun. Menulis, apalagi mengerjakan tugas jadi menghabiskan banyak waktu, tak lagi efektif dan efisien seperti dulu.
- Aku tidak lagi semangat melakukan hal-hal yang aku suka. Pertama, aku sudah resmi bilang mundur dati tim kesayanganku, RCD. Kedua, aku sudah jarang menulis lagi. Ketiga, menari apalagi, sudah sangat tidak pernah.
Sebagai mahasiswa psikologi yang sudah lulus kelas Kesehatan dan Gangguan Mental, aku memerkirakan semua ini sebagai gejala depresi. Yah, cukup sulit berbagi perasaan dengan orang lain, tanpa mereka menghakimi pentingnya ceritaku atau secara otomatis memberikan nasihat sementara aku hanya ingin didengarkan. Cukup sulit pula apabila dalam kondisi ini, orang-orang terdekatku justru tidak peka dan malah banyak bertanya, padahal yang kuinginkan hanyalah pelukan dan puk-puk yang pengertian dan sabar.
Kemudian, seperti yang bisa ditebak, aku kembali sendirian.
No comments:
Post a Comment