Ada sesuatu tentangmu yang tak akan
pernah aku mengerti. Matamu. Dua mata lonjong dan menonjol, beserta
coraknya yang cokelat kelewat muda. Nyaris jingga, terang benderang.
Memesona sekaligus membutakan. Lalu kau melengkapinya dengan sepasang
pandangan yang selalu berpaling. Pantang menatap.
Di sisi lain, aku adalah pemilik dua
mata bulat dan lebar. Keduanya terlihat semakin lebar karena tak ada
lipatan kelopak yang menghalangi pandangan. Sepasang mata berwarna
cokelat sangat tua hingga hampir menghitam. Tajam, dalam, dan kelam.
Selalu penuh tanya dan rahasia.
Aku ingin menatap mereka, sekali saja.
Memaafkannya.
...
Kamu bisa memandang langit di atas kita
sebagai langit. Titik. Tanpa ada hal-hal yang perlu dipikirkan,
diresapi, dibingungkan. Sementara itu, aku tak pernah melihat langit
apa adanya. Aku merasa, mencampurkan imajinasi, melukiskan metafora.
Pada akhirnya langit memang tetap langit yang sama, hanya saja kita
tak pernah memaknainya dengan cara yang sama.
Aku dan kamu berbeda. Dan pertemuan
kita, seperti dua dinding yang ditabrakkan begitu saja.
Yogyakarta, 061014.
No comments:
Post a Comment