Sunday, February 9, 2014

Utopia Talks.

“Seandainya ada jin yang akan mengabulkan satu permintaan saja untuk mengubah apa yang ada pada dirimu sekarang, hal apa yang kamu minta?”

Aku ingin dia memutus satu aliran di otakku, entah bagian apa namanya, yang berhubungan dengan kedekatan fisik. Soalnya aku punya kebutuhan kedekatan fisik yang kelewat tinggi. Dan itu butuh, bukan sekadar ingin. Jangan tanya aku udah ngapain aja dan jangan hakimi aku karena itu.


“Apa utopiamu? Impian yang sebenarnya bisa kamu raih tetapi ada hal yang membuatmu tidak bisa meraihnya?”

Penari. Aku belajar menari sejak SD. Awalnya belajar tradisional, tapi lama-lama aku lebih nyaman melakukan modern dance karena aku sadar kurang bisa bergerak dengan halus dan pelan. Modern dance juga baru aku pelajari waktu SMA kelas dua, waktu aku masuk tim sekolah. Tim dance sekolahku per angkatan alirannya beda, pas aku karena potensinya di hip hop jadi diarahin sama pelatihnya ke situ. Aku senang bisa pecicilan dan menggunakan power-ku yang nggak bisa kupakai di tari tradisional. Pernah juga mencoba kontemporer, tapi ternyata nggak terlalu cocok. Tapi sebenarnya aku belajar gaya yang lain juga di modern dance, sexy misalnya.

Mengapa menjadi penari adalah impian yang nggak bisa kuraih, ada banyak alasan. Pertama, karena menjadi penari profesional itu sama sekali nggak mudah. Waktu latihannya nggak main-main, harus rutin tiap hari dan fokus gitu. Menari itu nggak sekadar menggerakkan badan, kamu juga harus belajar mengelola power, menghafal koreografi, teknik, ritme, ekspresi. Katakanlah untuk jadi penari latarnya penyanyi siapa gitu. Satu, kamu harus lebih menguasai gerakan daripada si penyanyinya, seberapapun jago si penyanyi itu. Kamu bekerja lebih keras walapun those spotlights are clearly not for you. Dua, kamu harus punya badan yang bagus dan muka yang fotogenik, supaya bisa dikasih kostum dan didandani seperti tuntutan konsep panggung yang dimaui. Dan seorang penari harus mau menjalankannya, itu salah satu bentuk profesionalisme. Tiga, ekspresi kamu harus keluar. Ketika kamu melakukan sexy dance ya pandangan mata kamu harus menggoda, ketika kamu melakukan krumping kamu harus menunjukkan kemarahan dan agresivitas. Percayalah, itu nggak gampang. Paling nggak kalau aku betul-betul niat kan aku kuliahnya nggak di psikologi lah pasti.

Kedua, banyak orang yang masih memandang sebelah mata, termasuk orangtuaku juga, yang bilang aku nggak akan bisa hidup dari menari. Bahkan salah seorang dosen pernah bertanya, “Coba, adakah di sini yang mau dilamar, katakanlah, seorang penari? Penari profesional atau koreografer begitu?” yang menunjukkan pikiran yang sama seperti orangtuaku. Dan ya terkadang image penari di masyarakat agak kurang bagus, contohnya, apa sih yang kamu pikir kalau dengar kata pole dancing? Pasti tarian seksi lah, porno lah. Padahal kalau kamu tahu belajar pole dancing itu sangat susah, dan kamu juga harus sangat kuat. Terus terang aku pengen banget belajar itu lho. Belajar yang lain juga, makanya aku sebenarnya pengen kuliah di Amerika Serikat, belajar nari hip hop, popping locking breaking and everything langsung dari roots-nya di sana.

Ketiga, aku sekarang pakai kerudung. Men, menurutmu apa kata orang kalau sekarang aku nari di depan umum, di panggung gitu? Ya, jujur dulu aku pakai kerudung karena ketidaksengajaan yang keterusan, aku nggak sempat mikir tentang dance-ku gimana nantinya, dan aku sedih banget gegara itu. Awal-awal di sini aku masih sering latihan di luar sama anak-anak, sembari nyari tempat kursus. Tapi sekarang yang bisa kulakukan cuma latihan setiap hari di kamar. Entah pagi entah malam, sesempatku kapan. Aku download banyak video koreo untik dipelajari, aku punya target dalam seminggu harus menguasai satu di antaranya. Apa ya, sepemikiranku sih, aku mungkin nggak akan bisa mencapai lebih dari apa yang sudah kudapat sekarang, tapi paling nggak aku nggak kehilangan apa yang sudah kukuasai sebelum ini.


“Deskripsikan suasana yang menggambarkan keadaan dan perasaan kamu saat ini.”

Aku berlari di dunia yang gelap tanpa ada cahaya sedikitpun. Aku nggak tahu apa yang membuatku berlari, apa yang membuatku begitu ketakutan, bahkan aku nggak berani menengok ke belakang untuk melihat apa yang mungkin mengejarku. Yang aku tahu aku hanya harus terus berlari. Ketika aku mulai kehabisan nafas, tiba-tiba muncul tangga spiral dari tanah, pelan-pelan menjulang ke langit. Tangga itu terbuat dari perak dan bercahaya. Aku menaikinya sambil terengah-engah. Semakin lama, semakin mendekati puncak tangga, semakin banyak bintang menghiasi langit yang tadinya sama sekali gelap. Dan akhirnya di puncak, ada sebuah pintu yang mengeluarkan cahaya putih sangat terang, entah menuju ke mana pintu itu.


“Bayangkan lagi, setelah situasi yang kamu alami tadi, datanglah seseorang yang sangat kamu inginkan, seseorang yang kamu rasa bisa menolongmu. Ia bertanya, ‘Apa yang kamu inginkan?’ lalu hal apa yang kamu minta?”

Peluk. Cukup itu saja.


“Nah, seandainya kamu menggambarkan dirimu dalam wujud hewan, apakah itu? Dan apa yang sedang kamu lakukan?”

Phoenix yang sedang bangkit dari abunya.



Zul membuat kami bertujuh membuka sisi gelap kami satu sama lain, menegaskan bahwa masing-masing kepribadian, prinsip, ketakutan, pandangan kami terlalu berbeda dan seluruhnya kuat dalam akarnya sendiri. Dan setelah mendengarkan semua cerita, aku menjadi sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari tim tebing kali ini.


Building team sebelum tidur.
Songan, Kintamani, Bangli.
Bali, 310114.

Draft untuk mengingat apa saja yang aku katakan ditulis 010214, diselesaikan di Mantingan, 090214.

No comments:

Post a Comment