“Ngerti gak, ana sing pernah ngimpi aku nikahan ning pantai
lho.”
“Woh edan.”
“Karo sapa jal?”
“Karo sapa?”
“Kamu.”
“Waduh.”
“Haaaiki sing marai sedih.”
:(
“Hahaha santai wae aku wis cukup bahagia kok. Lagian sing
tak rasakne emang beda, haha. Iso cedak wae wis bersyukur.”
“Beda pie? Aku ki sok bingung lho. Kadang aku ki pengen banget
koe ki iso nyaman tapi yo aku sok ra tekan eh. Hehe. Labil banget yoh aku. Wkwk.”
“Aku nyaman kok mas. Wis cukup.”
“Nyaman po nyaman? Sorry yo.”
“Matur nuwun banget. Serius. Dadi masku wae.”
“Okelah. :)”
Percakapan dia atas merupakan
perwujudan pertemuan kami via LINE beberapa hari yang lalu. Setelahnya, jujur,
aku sempat meneteskan air mata haru. Betapa tidak, fakta bahwa selama ini kamu
berusaha membuatku nyaman bukan sesuatu yang pernah aku bayangkan. Atau aku
harapkan.
Aku ingat, kamu tidak bersikap
berbeda usai aku membuka perasaanku padamu. Kamu tidak memberi jawaban karena aku
hanya menyatakan, bukan menanyakan. Kamu tidak menolak, walaupun kamu jelas
tidak merasakan hal yang sama denganku. Kamu tidak menjauh, tidak menghindar,
tidak memberi harapan palsu. Alih-alih, kamu justru menjaga perasaanku,
meluangkan waktu untuk sekadar bertemu atau mendengarkan ceritaku. Sungguh
sikap seorang gentleman, seperti yang selalu kubanggakan tentangmu.
Aku sekarang paham bahwa kamu peduli,
walaupun kelihatannya tidak. Aku kini juga mengerti, bahwa kamu menyayangiku
dengan caramu sendiri.
Entahlah.
Mungkin, kamu akan menjadi seseorang
yang kusayangi dalam rentang waktu terlama. Mungkin, kamu akan lebih baik
menjadi kakak untukku, meskipun kamu tahu pasti status itu hanya pelarian. Mungkin,
kamu adalah satu-satunya orang yang sangat kusayangi tetapi tidak pernah bisa
kupeluk. Mungkin, aku bahkan tidak bisa memiliki potret berdua saja denganmu. Mungkin,
lelaki sebaik kamu akan pantas untuk bersanding dengan wanita yang jauh, jauh
lebih baik daripadaku. Mungkin, semua ini hanya akan diakhiri oleh pernikahan
kelak, entah kamu atau aku yang lebih dulu.
Kamu, satu-satunya orang yang bisa
kusayangi tanpa letupan perasaan yang menggebu. Kamu, satu-satunya orang yang membuatku
tidak perlu menampilkan rindu. Kamu, satu-satunya orang yang bisa menjaga
emosiku. Kamu, satu-satunya yang bisa memprediksi ketika aku akhirnya merasakan
cemburu. Kamu, satu-satunya yang ‘memaksa’-ku
terus mendongak dengan rasa kagum dan hormat, selalu.
Andai kamu tahu, kamu masih
seseorang yang paling mendekati nilai sempurna di hatiku. Andai kamu tahu, aku
masih memiliki keyakinan terhadapmu. Andai kamu tahu, aku masih selalu berdoa
untukmu.
You are my F. The one and only F. Always. For the first time
and forever.
Mantingan, 070213.
No comments:
Post a Comment